Senin, 27 Juli 2020

Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik

Kalimat itulah yang terlintas dalam pikiran ini ketika saya mencoba mengenali dan menyelami diri sedalam-dalamnya, kerap kali ego menutup kebahagiaan dari sebuah pencapain, ego membawa saya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih (lagi)

Ego adalah topeng yang ingin kelihatan hebat dan menang, namun kebanyakan dari orang (termasuk saya) sudah terlatih dengan baik untuk beranggapan jika mendapatkan hasil yang lebih dari apa yang sudah digapai akan membuat semua terasa sempurna, bukankah makan terlalu banyak akan membuat kita susah nafas? kita sudah terlanjur terdidik dengan sempurna ketika kita sudah mendapatkan angka dua maka angka tiga harus segara didapatkan tanpa sempat benar-benar menikmati angka satu dan angka dua yang jelas-jelas sudah dalam genggaman.

seperti kutipan hebat dari salah satu penulis asal bali yang mengatakan “salah satu karunia besar menjadi manusia adalah kemampuan untuk berpikir dan manusia punya sebuah kesadaran yang mampu melihat gerak pikirannya namun tidak melekat pada pikiran itu sendiri. Kalau kita tidak memanfaatkan hal tersebut dengan melatih pikiran ini, maka kita menyia-nyiakan karunia dan kesempatan hidup berbahagia”

sampai kepada kalimat ini terlintaskan dalam pikiranku -setiap orang sepertinya mempunyai tujuan, target, cita-cita impian yang ke jauh sana dan tak banyak orang mau kembali kesini ke dalam dirinya-  

Kenali dirimu , sadari dirimu bukanlah ego, dan ketahui juga bahwa ego tidak salah, ia hanya tidak sadar.

Kamis, 23 Juli 2020

Saya, Sepak Bola, dan Liverpool


Berawal dari hobi sejak kecil bermain bola, saya mulai mengenal tim sepakbola asal Inggris yang bernama LIVEROOL FC. Pertama kali saya menonton Liverpool ketika final Liga Champion pada tahun 2005. ketika itu saya yang baru berumur 9 tahun cuma ikut-ikutan kakak nobar-nonton bareng- final Liga Champion. Sebenarnya agak sulit, maklum karena tayang dini hari hehe (ya begitulah walaupun masih anak SD tapi sudah mempunyai hobi). Acara nobar tersebut menjadi awal  mula jatuh cinta terhadap Liverpool. Pertandingan itu -Liverpool melawan AC Milan klub asal Italia-, Liverpool tertinggal tiga gol tanpa balas di babak pertama, situasi yang sulit dalam sepakbola untuk memenangkan sebuah pertandingan. Namun, fans Liverpool yang berada didalam stadion tidak henti-hentinya bernyanyi memberi semangat kepada klub tercintanya. Secara mengejutkan di babak kedua Liverpool dapat membalas ketertinggalan mereka hingga akhirnya keluar sebagai juara. Hal tersebut tidak lepas berkat kegigihan para pemain Liverpol serta dukungan yang fantastis para Kopites (sebutan fans liverpool). Sampai peluit akhir laga dibunyikan, Kopites tetap mengumandangkan lagu "You'll Never Walk Alone" yang dinyanyikan bersama euforia suka cita hasil akhir. Begitulah kecintaan saya terhadap sepakbola yang membuat bocah SD benar-benar kagum. Sehingga tumbuhlah passion sepakbola dalam diri saya berkat semangat dari Liverpool. Sejak saat itu saya mengklaim sebagai The Kopites! FYI, Sebenarnya malam itu merupakan salah satu momen keajaiban dalam sejarah sepakbola dan dikenal dengan Miracle of Istanbul.

Masa kecil saya habiskan dengan bermain sepakbola, rasanya tiada hari tanpa bermain bola serta di pagi hari wajib hukumnya untuk mengetahui kabar sepakbola (terutama Liverpool). hal tersebut menjadi topik menarik bagi saya untuk dibahas bersama teman-teman ketika berangkat sekolah. Saat itu, dengan keterbatasan media apalagi berita tentang sepakbola mancanegara, saya hanya mengandalkan ulasan-ulasan pertandingan yang sudah selesai dan Liverpool menjadi semangat untuk dinanti kabar baiknya. Seiring berjalannya waktu hingga menginjak masa SMA, saya mulai mendapatkan kesempatan nonton beberapa pertandingan The Reds -julukan Liverpool-. Jelas saya begitu menikamati setiap pertandingan terutama apabila dimenangkan Liverpool. Meskipun saat itu Liverpool sulit mendaptkan gelar terutama EPL (English Premier League) piala yang diidam-idamkan kompetitor klub liga teratas Inggris. Hal tersebut bisa dibilang bahwa kualitas Liverpool kalah dengan klub-klub papan atas lain di Inggris, apalagi di Eropa hanya berpartisipasi di Liga Champion saja sudah bagus.

        Bagi saya atau anak muda lainnya, mendukung suatu tim sepakbola seperti sebuah ideologi anak laki-laki, baik yang hobi terhadap sepakbola, maupun tidak. Entah sejak kapan dogma itu tercipta. Tapi, begitulah adanya meskipun tidak sedikit juga para anak gadis yang menyukai tim sepakbola. Entah itu hanya tertarik atau sampai fanatik. Mungkin sudah menjadi budaya.  Anak laki-laki memilih tim sepakbola untuk menjadi klub kebanggannya berdasarkan ketertarikan masing-masing yang bisa menjadi aspek persatuan jika satu selera, tidak jarang juga hal tersebut menjadi pemicu ejekan lawan jika tim yang kita idolakan merupakan rival tim idola mereka. hal-hal tersebutlah yang menjadi salah satu topik menyenangkan untuk dibicarakan ketika ditongkrongan.

        Saat ini Liverpool tertinggal perolehan trofi dari klub-klub lain seperti Chelsea, Mancester City, Manchester United sang-rival abadi, juga kalah jauh mentereng dari Real Madrid dan Barcelona dalam hal trofi Eropa, sialnya klub-klub itu adalah klub yang kebanyakan didukung oleh teman-teman saya, ahh habis saya diejek terus! Ets, justru hal itu yang membuat rasa cinta saya terhadap Liverpool tidak pernah surut dan berkurang. Sebab, saya terlanjur jatuh cinta terhadap klub yang bermarkas di Anfiled ini ibarat judul lagu sih saya seperti karyanya Oasis-Stop Crying Your Heart Out. Dengan beberapa pertandingan yang mengesankan, atmosfer stadion disetiap pertandingannya, para suporter yang selalu bernyanyi baik sedang kalah maupun menang, mereka sangat loyal dan membuat saya takjub ingin menularkan itu semua pada diri saya, sebab roh dari nyanyian “Youll Never Walk Alone” yang tidak dimiliki oleh klub lain sebelum dan sesudah pertandingan, sangat-sangat menakjubkan!

    Beranjak pada waktu kuliah dan sering menonton pertandingan Liverpool, saya sampai pada puncaknya masa studi. Liverpool seringkali menemani atau bahkan menyita waktu penulisaan skripsi saya (niat begadang buat nulis malah nonton hehe). Saat itu saya hanya melewatkan beberapa pertandingan Liverpool dan puncaknya tahun 2018-2019, saya merasa benar-benar terkesan. Tahun dimana saya bisa mendukung Liverpool setiap saat; kapanpun, dan dimanapun karena saya yang mempunyai waktu luang menunggu sidang serta waktu kosong setelah wisuda. Liverpool benar-benar berada dalam top level-nya pada musim 2019-2020. Tidak tanggung-tanggung empat gelar juara bergengsi sekaligus didapatkan dan salah satunya merupakan Liga Champion yang kami tunggu selama 15 tahun (Sekaligus selama saya mendukung Liverpool) dan tepat hari ini kamis 23 Juli 2020 Liverpool mengangkat gelar teratas liga Inggris pertamanya setelah berubah format dari sebelumnya. Wow! gila rasanya euforia yang sudah ditunggu-tunggu selama 30 tahun, bahkan menurut kopites bisa dibilang lebih bergengsi daripada gelar Liga Champion kita dapatkan sebelumnya. Rasa senang yang tak dapat diungkapkan kata-kata, sudah limit rasanya kalimat untuk mengungkapkan perasaan bahagiaku di tahun ini sebagai kopites.

    Saya menemukan cuitan yang brilian dan dapat kita aplikasikan ke elemen lain dalam kehidupan kita.  “Kita tidak bisa menentukan kepada siapa kita jatuh cinta, begitupun sepakbola pendukung sepak bola tidak bisa menentukan akan mendukung klub apa, karena cinta dan sepakbola sama. Sama-sama dari hati bukan karena paras cantik atau banyaknya trofi.”

    Last, salam dari saya untuk para penggemar sepakbola, hormat saya kepada seluruh fans klub lain yang memiliki perasaan sama bahkan lebih dari saya terhadap suatu klub sepakbola. Selamat buat kita semua para Kopites this year is our year because you'll never walk alone!!


    Terimakasih Liverpool, sekarang dengan keterbatasan waktu yang saya punya mungkin akan lebih banyak melewatkan pertandingan-pertandinganmu, tapi itu tidak akan menyurutkan rasa cinta ini  kepadamu, dan tidak akan mengubah mimpi untuk bisa duduk di tribun stadion Anfield suatu saat nanti.

You'll Never Walk Alone.